KEMISKINAN DAN HAK MENGENYAM PENDIDIKAN


SAPA
– Secara mendasar sebenarnya kemiskinan erat kaitanya dengan rendahnya kemampuan mengenyam pendidikan. Seseorang yang dilahirkan di tengah kemiskinan akan cenderung tidak bisa sekolah karena keterbatasan biaya untuk mengenyam pendidikan.

Memang, melihat minimnya lapangan kerja dan tingginya angka pengganguran di negeri ini tidaklah otomatis seseorang yang mengenyam pendidikan akan keluar dari cengkraman kemiskinan. Akan tetapi, jika setiap orang mendapatkan pendidikan layak, ia telah memiliki modal untuk memutus rantai kemiskinan di keluarganya. Selain itu, akan ada harapan besar bermunculan SDM berkualitas yang bisa meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan di Indonesia.

Sayangnya, jika merujuk pada data BPS tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 28,55 juta jiwa. Itu artinya, masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan haknya mengenyam pendidikan. Memang harus diakui masalah kemiskinan dan pendidikan sudah cukup lama menjadi perhatian Pemerintah Indonesia.

Diketahui bahwa pemerintah telah berusaha mengatasi masalah-masalah itu melalui berbagai program, seperti Wajib Belajar 9 Tahun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, sampai penganggaran 20% APBN dan APBD untuk pendidikan. Tetapi mengapa angka masyarakat yang tidak mendapatkan haknya mengenyam pendidikan di Indonesia masih saja tinggi?

Salah Paradigma

Melihat kondisi itu tentu tidak salah kita menduga ada sesuatu yang salah dalam kebijakan atau bahkan paradigma penanggulangan rendahnya kesempatan masyarakat miskin mengenyam pendidikan, yang dampaknya malah terjadinya proses pendistorsian (penyimpangan) tujuan dan hakikat pendidikan sebagaimana berdampak terhadap cara berpikir masyarakat yang memperkuat budaya pragmatisme pendidikan dan pengetahuan di segala bidang. Dunia pendidikan pun tidak lagi dipandang sebagai tempat ideal untuk mencari ilmu. Masyarakat jadinya memasuki dunia pendidikan semata-mata hanya untuk mengejar ijazah, gelar, sertifikasi guru dan tujuan lainnya, sehingga pendidikan dijadikan mitos-mitos, ritual-ritual sebagai obat “candu” mujarab yang memberikan jaminan kebahagiaan masa depan.

Akibatnya, pendidikan yang baik dan berkualitas hanya akan dinikmati mereka yang mampu secara ekonomi. Sedangkan, mereka yang lemah akan semakin miskin dan bodoh teralienasi oleh realitas, terdiskriminasi untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Atau barangkali tingginya masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan disebabkan mewabahnya budaya korupsi di bidang pendidikan. Sebagian besar uang yang dicuri tangan-tangan biadab itu adalah dana/anggaran yang dialokasikan pemerintah khusus untuk warga negara miskin, di antaranya mencakup anggaran dana untuk BOS dan bantuan sosial yang ditujukan pemerintah untuk membangun gedung-gedung sekolah di wilayah miskin dan terpencil.

Hal itu tampak dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2013 yang menunjukkan, kasus korupsi di sektor pendidikan meningkat pesat dalam kurun satu dasawarsa (2003-2013). Selama satu dasawarsa telah diungkap 296 kasus korupsi yang menyeret 479 tersangka dengan total nilai kerugian mencapai Rp 619 miliar. Angka kerugian negara meningkat empat kali lipat pada 2013 menjadi Rp 99,2 miliar jika dibandingkan sepuluh tahun lalu.

Yang saya sebutkan di atas adalah hal yang mungkin penyebab rendahnya kesempatan masyarakat miskin mengenyam pendidikan. Namun, secara kasat mata, melalui berbagai media cetak maupun televisi bisa gamblang kita ketahui bahwa sistem pendidikan nasional pun sampai detik ini masih karut-marut dan dibangun tanpa desain, baik itu dari level pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi (PT).

Bahkan, tampak kentara dari bangunan fisiknya, masih ada anak-anak yang terpaksa belajar di gubuk reyot, masih rendahnya kualitas guru dan masih banyak lagi persoalan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia.


Perhatian Pemerintah.

Dari berbagai fenomena rendahnya kesempatan rakyat miskin mengenyam pendidikan dan kondisi pendidikan saat ini, bangsa Indonesia seharusnya segera berbenah dan menyadari bahwa pendidikan Indonesia sudah jauh terpuruk. Hal ini harus menjadi perhatian utama semua pihak, khususnya pemerintah dan seluruh pihak terkait dengan pendidikan di Indonesia.

Ada baiknya, anggaran pendidikan nasional diprioritaskan untuk mengentaskan Pendidikan Dasar 9 Tahun dan diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya benar-benar dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan benar-benar, karena selama ini Wajib Belajar 9 Tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis, sehingga pendidikan tidak terjangkau masyarakat miskin.

Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya. Pemerintah juga perlu mengawasi ketat program BOS dan dana bantuan lainnya, sehingga bantuan-bantuan tersebut bisa sampai ke targetnya secara efektif dan efisien.

Karena, disinyalir dana-dana tersebut seringkali disalahgunakan sehingga dana triliunan untuk membantu rakyat miskin agar bisa mengenyam pendidikan, yang kelihatan justru angkanya semakin meningkat.

Akhirnya, memang memutus mata rantai kemiskinan tidak bisa dilakukan secara instan. Dalam upaya menanggulangi kemiskinan generasi-generasi berikutnya bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia. Mari kita renungkan kembali nasib bangsa dan negara kita yang secara geografis merupakan salah satu negara dengan wilayah luas dan kaya sumber daya alam, namun masih tetap berada di bawah garis kemiskinan dan keterpurukan. Tanpa kesadaran dan kerja sama, serta cinta bangsa dan Negara, maka keterpurukan bangsa ini akan menjadi warisan bagi anak dan cucu.

Oleh : Drs Riduan Siagian SH MH MM) Penulis dosen STIE Bisnis Indonesia
medanbisnisdaily dot com
                                                            Penanggulangan Kemiskinan – Melawan Pemiskinan – Pengentasan Kemiskinan – TKPK – Angka Kemiskinan – IKraR – Pemberdayaan Masyarakat – PNPM Mandiri

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *