POLITIK & KEMISKINAN

SAPA INDONESIA – ADA dua pokok pikiran mendasar masalah penanggulangan kemiskinan pertama, cara pandang atau definisi kita tentang kemiskinan, akan menentukan kebijakan dan solusi atas masalah kemiskinan.

Kedua, apa pun definisi yang kita gunakan, akan bermuara pada kelompok mereka yang tidak beruntung dan cenderung terpinggirkan. cara pandang yang berbeda akan menentukan perbedaan dalam merumuskan solusi kemiskinan apalagi pada kebijakan yang berbeda pula.

Sayangnya, cara pandang ini tidak jarang dilatar belakangi oleh kepentingan-kepentingan politik yang berbeda beda, yang kadang argumentasinya atau alasannya tidak cukup mendasar. Maka, argumentasi yang paling riil adalah dengan memahami akar masalah di balik semua fakta tersebut.

Selama ini apabila kemiskinan hanya dipandang sebagai angka angka statistik yang diwujudkan dalam persentase penduduk miskin dengan batasan pengeluaran tertentu dan seolah berdiri sendiri, maka jalan keluarnya dapat dengan cara-cara instan, contoh: dengan memberikan bantuan tunai langsung kepada kelompok yang dikategorikan miskin dalam beberapa tahun dari 1 sampai dengan 3 tahun, dan kemudian dicatat dalam laporan statistik, maka sangat dimungkinkan angka kemiskinan akan menurun. Namun ini sangat bersifat jangka pendek dan menengah tidak berkelanjutan.

Namun sebaliknya, jika kemiskinan dipandang sebagai persoalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin baik dalam ukuran peningkatan daya beli berkelanjutan, sosial dan politik, kenyamanan atau rasa aman (IKraR), maka tidak ada cara cepat untuk mengatasinya. Karena itu penanganannya harus menyeluruh, berjenjang dan berjangka panjang dan saling mengkontrol dengan menggunakan satu data yang sama.

Kedua strategi diatas bukan untuk saling menjatuhkan satu strategi atas strategi yang lain, melainkan harus bersama sama dan saling melengkapi karena selama ini penanganan kemiskinan menggunakan data yang berbeda hasilnya juga tentunya akan berbeda.

Yang akan menjadi masalah setelah kedua strategi dapat di sinergikan dengan menggunakan satu data kemudian muncul ketika kebijakan kebijakan tersebut harus diformulasikan dalam program dan alokasi anggaran melalui sektor sektor yang berbeda, disinilah permasalahan muncul karena aktor-aktor kebijakan publik; baik birokrat maupun politikus dihadapkan pada kendala anggaran dan terutama untuk kepentingan politik jangka pendek, baik kepentingan dirinya maupun kelompoknya.

Dengan demikian, harus selalu ada ruang bernegosiasi dan berkomunikasi antar aktor tersebut dalam mengalokasikan anggaran, program, dengan tetap tidak mengabaikan salah satu di antara dua strategi solusi kemiskinan tersebut dengan menggunakan satu data untuk mencapai tujuan bersama meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat miskin indonesia.

Kemudian siapakah yang akan mengisi dan memfasilitasi ruang untuk bernegosiasi dan berkomunikasi agar antar aktor bersinergi sehingga kedua strategi tersebut dapat efektif tentunya tidak menafikan kementrian koordinasi yang lain maupun program lainnya pula, menurut penulis (Korda Jeteng III) yang paling tepat salah satunya adalah Kementerian Koordinator PMK dengan Program SAPA mulai dari koordinator pusat sampai dengan tingkat koordinator daerah.

Oleh: Gunung Wiryanto Korda SAPA Jateng III

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *