RESUME SOSIALISASI KRITERIA DAN PENDATAAN PENDUDUK MISKIN

SAPA – Salah satu pendekatan pendataan yang digunakan pemerintah Kabupaten Kebumen adalah pendekatan berbasis lokal, dimana warga dan desa diajak untuk mengenali penyebab kemiskinan menurut versi mereka sendiri. Indikator kemiskinan adalah penanda atau ciri-ciri bagaimana situasi dan suasana kehidupan sebuah rumah tangga yang dibandingkan dengan situasi dan keadaan rumah tangga lainnya dalam suatu wilayah.

Mengapa ada Indikator Lokal
Penentuan indikator kemiskinan mempertimbangkan indikator yang ditetapkan oleh BPS dan kriteria keluarga sejahtera dari BKKBN, serta disesuaikan dengan adat‐budaya dan keadaan warga yang menjadi indikator lokal. Pemerintah Kabupaten Kebumen mendorong berbagai pihak untuk menggunakan kekuatan setempat/ lokal termasuk memfasilitasi bagaimana warga mengukur sendiri tentang kehidupannya hingga memutuskan apa solusinya.

Istilah lokal digunakan karena dalam warga desa menganalisa kehidupan berdasarkan situasi dan keadaan mereka dan lingkungan mereka. Kemudian indikator yang sudah ditetapkan BPS dan berbagai pihak lainnya menjadi pertimbangan dan disesuaikan kembali dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Dalam prakteknya di lapangan pada beberapa kasus, indikator BPS harus diadaptasikan kembali dengan kondisi lapangan, terutama yang sulit diterapkan. Misalnya tentang lantai rumah, tidak akan sama ciri pembedanya jika di wilayahnya adalah rumah panggung dengan wilayah perumahan yang tidak ada rumah panggung. Sumber air minum tidak bisa diterapkan jika di satu desa semuanya menggunakan sumur atau dari sungai atau seragam dengan sumur gali, sehingga semua perlu disesuaikan kembali.

Jika menggunakan kriteria rumah tangga miskin versi BPS dengan 14 variabel, maka kesan yang muncul adalah bahwa data BPS akan lebih kuat karena variabelnya banyak. Tetapi hal utama yang harus kita lihat adalah “siapa yang menentukan variabel tersebut?”. Ketika indikator ditentukan masyarakat sendiri (lokal), maka ada nilai tanggungjawab yang berbed.

Dalam pendataan di Kabupaten Kebumen, metode sensus lebih cenderung tepat digunakan, walaupun membutuhkan waktu dan biaya yang relatif lebih banyak. Hal ini dilakukan agar masyarakat semakin yakin dengan data mereka sendiri.

Verifikasi juga dilakukan bersama melalui proses pleno musyawarah warga setelah sensus. Data tersebut lahir dari kesepakatan yang dibangun masyarakat sejak menentukan indikator kemiskinan sampai pendataan rumah tangga hingga tabulasi hasil pendataan adalah nilai penting proses klasifikasi kemiskinan dengan sensus sosial partisipatif.

Orang miskin harus dimanusiakan dan didengar suaranya, merupakan hak dasar mereka. Bahkan ketika mendefinisikan “miskin atau tidak miskin”, mereka harus diberi ruang untuk mendefinisikan kemiskinannya dengan cara pandang dan pikiran mereka sendiri melalui indikator lokal.
Bagaimana Indikator Lokal Dikembangkan

Untuk menentukan indikator lokal melalui Fokus Grup Diskusi (FGD) yang bertujuan untuk mengajak warga mengidentifikasi siapa diantara mereka yang disebut miskin dan siapa yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik dari yang lainnya. Hasil idenditifikasi ini sangat menentukan siapa yang harus memberi suara dan mengambil keputusan selanjutnya dalam merancang program pembangunan desa, terutama memastikan dimana warga miskin bisa memberi suara dan pilihan pembangunan untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Penentuan tingkat kemiskinan tersebut merupakan serangkaian langkah. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengkaji tingkat kesejahteraan adalah:

1. Mengidentifikasi indikator/aspek kesejahteraan
Mengidentifikasi indikator-indikator penyebab kemiskinan yang ada di wilayah tersebut, kemudian mereka diminta memberikan kriteria mana yang masuk dalam kriteria miskin dan tidak miskin.

2. Menetapkan bobot indikator
Indikator yang sudah disepakati kemudian dibobotkan berdasarkan pandangan masyarakat untuk melihat indikator utama yang paling berpengaruh (bobot paling tinggi) dalam membedakan keadaan satu rumah tangga dengan rumah tangga lain di desa.

3. Menentukan ciri/faktor pembeda setiap indikator
Hal ini dimaksudkan untuk mengevaluasi dan membandingkan antar keadaan rumah tangga yang lebih riil dan mudah diukur. Dengan mengamati kondisi riil tersebut warga dapat diberi angka atau nilai tertentu oleh warga. Cara penentuan angka disepakati sebelumnya. Besarnya angka untuk setiap indikator/aspek sangat tergantung pada jumlah ciri pembeda yang muncul.

4. Melakukan sensus rumah tangga 

Tujuan sensus adalah mendata dan memetakan serta mendokumentasikan peringkat kesejahteraan seluruh rumah tangga di desa. Sensus dilakukan pendata yang akan diatur selanjutnya. Selama sensus, pendata lokal mengunjungi rumah setiap penduduk desa untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan indikator dan ciri pembeda setiap keluarga.

5. Menentukan kisaran angka

Untuk keluarga sangat miskin, miskin, hampir miskin dan Tidak Miskin. Angka yang diperoleh setiap keluarga dihitung dengan menjumlahkan angka-angka dari semua indikator. Angka sebuah indikator diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dengan nilai dari setiap ciri pembeda.

6. Mengelompokkan penilaian
Dengan memperhatikan total nilai tertinggi dan total nilai terendah dari jumlah angka yang diperoleh keluarga setelah sensus, kisaran penilaian dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok terendah adalah sangat miskin, diikuti miskin, hampir miskin dan Tidak Miskin.

Yang perlu diperhatikan dalam Penyusunan Indikator Lokal
1. Representasi warga yang hadir dalam membahas dan menetapkan indikator. Warga harus dipastikan merupakan representasi dari berbagai kelompok, strata sosial, tokoh hingga Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa sangat penting untuk memberi penetapan atas indikator lokal yang disepakati.

2. Pembekalan petugas FGD yang akan melakukan pendataan harus mendapat pembekalan strategi wawancara, pengisian format hingga pertanyaan dan pertanyaan kunci. Kecenderungan yang terjadi pada saat pendataan adalah “meremehkan” pendata dan membohongi pendata. Misalnya ketika bertanya pendapatan, disarankan untuk mulai bertanya tentang apa saja yang dimakan sehari-hari, bagaimana aktifitas sosial dan kegiatan lainnya yang mengeluarkan uang, kemudian arahkan kepada pengeluaran untuk mendapatkan kisaran penghasilan rata-rata.

3. Indikator kemiskinan lokal berpeluang tabrakan dengan berbagai pendekatan pendataan lainnya yang menentukan dan mengembangkan indikator kemiskinan. Hadirnya berbagai pendekatan pembangunan yang menggunakan indikator kemiskinan dari berbagai sektor di tingkat desa menciptakan kebingungan di tingkat masyarakat. Menjadikan hasil klasifikasi kesejahteraan masyarakat sebagai hasil utama di desa dan diacu parapihak dalam intervensi program kemiskinan adalah tantangan yang harus diantisipasi.

4. Bagaimana kontribusi indikator lokal dalam menentukan indikator kemiskinan yang sederhana dan bisa dipakai sebagai salah satu instrumen di tingkat kabupaten. Sehingga tuntutan berbagai pihak untuk menentukan indikator kemiskinan di tingkat kabupaten menjadi terpenuhi. Tetapi bukan berarti semua indikator di tingkat kabupaten harus digunakan disemua desa tanpa adaptasi sesuai tipologi masyarakat dimana indikator akan digunakan.

Oleh : Gunung Wiryanto Korda SAPA Kebumen dan Kulonprogo

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *