ANGGARAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL, SUDAHKAH PRO DIFABEL?

SAPA – Difabel atau Different of ability adalah seorang/ individu manusia yang mempunyai keterbatasan secara fisik, yang disebabkan oleh kerusakan/ tidak berfungsinya organ tubuh secara optimal sehingga mempunyai kebutuhan khusus untuk menggunakan alat/ media/ ruang tertentu sehingga dapat menjalankan fungsinya secara “normal” dan optimal atau biasa disebut individu dengan kebutuhan khusus untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.

Entitas kelompok difabel penting untuk diperhatikan karena kelompok ini riil ada dan tidak bisa diabaikan. Sebagai salah satu kelompok yang berisiko tinggi disamping lansia, anak-anak, perempuan hamil dan menyusui, kelompok difabel adalah kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus.
Bahasa sederhana untuk menggambarkan bahwa kelompok difabel berada dalam kondisi yang sangat rentan adalah apabila ada sekelompok masyarakat miskin yang didalamnya ada laki-laki dan perempuan normal dan laki-laki serta perempuan difabel maka tingkat kerentanan paling tinggi berada pada perempuan difabel kemudian perempuan (terutama yang hamil dan menyusui), laki-laki difabel, baru laki-laki normal.

Tulisan ini mencoba membedah secara singkat, bagaimana pemerintah selama ini memberikan perhatian kepada kelompok affirmative gender ini. Apakah mereka sudah dilibatkan dalam setiap tahapan proses perencanaan penganggaran? Apakah alokasi anggaran sudah cukup memadai bagi kelompok difabel?

Kelompok Yang Sering Dilupakan
Kebijakan anggaran daerah yang ada selama ini masih belum cukup mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan kelompok-kelompok marginal (yang antara lain meliputi warga difabel, perempuan, anak, masyarakat miskin, dll). Hal ini terjadi baik dalam proses perencanaan penganggaran maupun alokasi anggarannya.
Belum ditemukan data yang menunjukkan proses penganggaran daerah yang partisipatif bagi kelompok difabel. Dalam penganggaran, warga difabel belum menjadi subyek; warga difabel belum mempunyai ruang untuk berpartisipasi dalam penganggaran. Padahal sebagai warga negara, warga difabel juga mempunyai hak atas anggaran; baik dalam proses perencanaan penganggaran maupun alokasi anggarannya.

Dari kajian dokumen anggaran dibanyak daerah termasuk Kabupaten Gunungkidul menunjukkan bahwa pendekatan pemenuhan kebutuhan difabel yang digunakan oleh Pemerintah masih cenderung memakai paradigma belas kasihan belum menjadi upaya pemenuhan hak. Hal ini masih jauh dari nilai-nilai yang tertuang dalam Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik yang juga telah diratifikasi oleh Pemerintah RI.

Dibanyak daerah, alokasi anggaran untuk warga difabel masih dimasukkan dalam kelompok “penyandang masalah kesejahteraan sosial” atau “penyandang masalah sosial”. Ada kerancuan pemahaman pembuat kebijakan atas akar permasalahan masing-masing kelompok. Pengelompokan ini juga mengakibatkan alokasi anggaran untuk masing-masing kelompok semakin tidak spesifik dan nominalnya semakin kecil.

Anggaran Belum Berpihak Pada Warga Difabel.
Difabel di Gunungkidul belum menjadi prioritas penganggaran daerah. Alokasi anggaran yang diberikan untuk mereka di APBD masih sangat minim. Pada 2011/2012, Dinas Sosial Tenaga Kerja & Transmigrasi hanya mengalokasikan anggaran dari APBD Gunungkidul sebesar Rp. 20 Juta. Sementara terdapat lebih dari 10.000 warga difabel yang memerlukan bantuan. Anggaran tersebut dialokasikan pada bantuan social yang diberikan kepada 50 warga difabel di Gunungkidul. Nilainya Rp. 400.000,- untuk masing-masing orang selama 12 bulan. Selain itu masih masih ada pos anggaran sebesar Rp. 5 juta yang diberikan dalam bentuk bantuan 5 unit kursi roda kepada difabel yang membutuhkan.

Tabel 1. Jumlah Warga Difabel Di Kabupaten Gunungkidul

No

Kecamatan

Jumlah Difabel

 

1

Purwosari

431

2

Panggang

373

3

Paliyan

340

4

Saptosari

629

5

Tepus

313

6

Tanjungsari

309

7

Rongkop

384

8

Girisubo

430

9

Semanu

729

10

Ponjong

903

11

Karangmojo

891

12

Wonosari

1.052

13

Playen

677

14

Patuk

522

15

Gedangsari

586

16

Nglipar

682

17

Ngawen

330

18

Semin

1.016

Jumlah Total

10.697

 

Sumber: Data PMKS & PSKS Dinas Sosial Provinsi DIY 2010

Selain anggaran langsung yang berada di pos bantuan social terdapat juga dana APBn sebesar Rp. 1,098 M. Dana tersebut ditujuakan untuk warga difabel, dengan rincian masing-masing Rp. 300.000,- per orang per bulan. Kabupaten Gunungkidul juga mengalokasikan beberapa kegiatan untuk warga difabel.

Tabel 2. Program Kegiatan Untuk Difabel di Dinsosnakertrans Kab. Gunungkidul

Tahun

Program

Kegiatan

Nominal

 

2011

Program pembinaan Para Penyandang Cacat & Trauma

 

Pendayagunaan para penyandang cacat & eks trauma

 

10.550.000,00

 

Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahateraan Sosial

 

Peningkatan jenjang kerjasama pelaku-pelaku usaha kesejahteraan sosial masyarakat

 

19.750.000,00

 

2012

Program pembinaan Para Penyandang Cacat & Trauma

 

Pendayagunaan para penyandang cacat & eks trauma

 

12.250.000,00

 

Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahateraan Sosial

 

Peningkatan jenjang kerjasama pelaku-pelaku usaha kesejahteraan sosial masyarakat

 

29.610.000,00

 

 

Sumber: Dokumen APBD Kabupaten Gunungkidul 2011 – 2012

Program pembinaan difabel biasanya berupa pelatihan ketrampilan yang diajarkan kepada warga difabel. Akan tetapi karena minimnya pengetahuan dan perspektif difabilitas (kecacatan) yang dimiliki oleh pengambil kebijakan berakibat munculnya kegiatan pelatihan life skills yang monoton mulai dari menjahit, bordir, membuat keset, sapu dll. Akibat nya benefeciaries tidak berkembang dan memiliki kemampuan yang minim. Program tersebut seringkali tidak tepat sasaran, belum meratanya peserta pelatihan, pelatihan yang diberikan hanya sekedar formalitas dan tidak berbasis pada tingkat keahlian peserta pasca pelatihan, bantuan permodalan yang tidak tepat, dan tidak adanya pengawalan/ pemantauan selepas pelatihan life skills. Program dari pemerintah bagi kelompok difabel terkesan hanya menjadi pelengkap dan untuk menghabiskan anggaran. Tidak ada pengukuran dampak yang berarti bagi difabel dan tidak mencerminkan kebutuhan dasar difabel, terlebih lagi bagi difabel perempuan.

Anggaran Yang Pro Difabel: Sebuah Rekomendasi
Anggaran yang pro warga difabel juga perlu dipertegas oleh pemerintah, seperti halnya pro poor budget ataupun gender budget. Beberapa pembaharuan yang penting untuk dilaksanakan adalah:
a. Dari Sisi Proses:
Kelompok difabel perlu dilibatkan dalam setiap proses penganggaran (meliputi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan) di setiap tingkat pemerintahan. Fasilitasi terhadap kelompok ini dalam proses yang ada akan meningkatkan kepekaan pengambil kebijakan dan juga memperbaiki kecenderungan anggaran ke arah perspektif difabel.
b. Dari Sisi Kebijakan Penganggaran

(1) Alokasi khusus untuk kelompok difabel perlu diberikan ‘secara khusus’ di Dinas Sosial seperti sekarang namun perlu diperhatikan juga agar alokasi khusus ini tidak digabung dalam alokasi anggaran untuk penyandang masalah sosial.
(Kelompok difabel bukanlah penyandang masalah sosial, yang ada hanya different ability. Dengan dukungan sarana yang memadai kelompok difabel dapat berinteraksi dan berperan dalam kehidupan sosial sebagaimana warga non difabel. Bukan mereka yang bermasalah, namun lingkungan-lah yang belum aksesibel).

(2) Sebagaimana kebijakan alokasi minimal (dalam prosentase) anggaran daerah bagi pendidikan dan juga bagi perempuan, perlu juga dibuat alokasi minimal anggaran daerah bagi difabel, misalnya korelatif dengan prosentase penduduk difabel terhadap jumlah penduduk.

(3) Alokasi di setiap dinas yang pro terhadap difabel.

Misal alokasi di Dinas Kesehatan untuk pemeriksaan secara khusus bagi kelompok difabel yang berada di luar panti untuk mendapatkan layanan kesehatan, Dinas Pendidikan mengalokasikan anggaran khusus untuk kelompok difabel yang berada di sekolah ‘biasa’ (tidak dalam SLB), alokasi di Dinas Pekerjaan Umum atau Kimpraswil untuk fasilitas umum yang pro terhadap difabel.

(4) Kebijakan yang memberikan porsi atau mendorong difabel untuk tetap berkarya sesuai keahliannya.

Oleh : Tri Wahyuni Suci W Korda SAPA Kabupaten Gunungkidul

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *